Yang
diperlukan oleh
seorang
pemimpin
untuk
memimpin,
pertama
adalah cinta
dan
kedua adalah
keberanian.
Zamiluni,
zamiluni, begitu ucapan Rasulullah pada Khadjah, istrinya,
ketika usai didatangi Jibril saat wahyu pertama. Beliau meminta istrinya
tercinta itu untuk menyelimuti tubuhnya yang menggigil. Tidak saja dank arena cuaca,
tapi lebih karena rasa ketakutan yang menderanya sebagai manusia.
Tentu
saja beliau takut pada mulanya. Sebagai manusia, tentu saja ketakutan itu wajar
dan bisa dipahami. Bukan saja karena kedatangan Jibril, tapi juga bayangan
Muhammad tentang sesuatu yang diterimanya dan pesan di balik itu semua. Sebuah wahyu,
sebuah tintah, sebuah pesan untuk memimpin umat manusia dan risalah kenabian
dan membawa Islam.
Tapi
ketakutan itu tak hinggap lama, sebab Allah membimbing langsung dengan
wahyu-wahyu berikutnya. Hai orang yang
berselimut, bangunlah ….., (Qs Al-Muzzammil [72] )
Maka
selimut pun dicampakkan, karena risalah harus ditegakkan. Dan keberanian harus
menjadi pilar kokoh yang menopang perjalanan.
Keberanian,
itu alasan lain yang coba saya gali dari kehidupan Rasulullah. Sebuah fase yang
membuat dicintai dan diikuti, tidak saja oleh orang-orang dari bangsanya
sendiri yang dating dari masanya sendiri, tapi juga oleh manusia dadri bangsa
lain dan zaman yang lain lagi. Hingga kini, hingga di seluruh bawah langit
naungan langit.
Selain
cinta, keberanian juga membuat orang-orang mencintai dan mengikuti. Keberanianlah
yang memimpin orang-orang untuk jadi pemimpin. Seharunya, begitulah para
mencontoh dan mengikuti. Memimpin dengan berani. Keberanian akan lahirkan
pengikut. Keberanian akan memandu manusia-manusia lain, untuk dipimpin.
Yang
diperlukan oleh seorang pemimpin untuk memimpin, pertama adalah cinta dan kedua
adalah keberanian. Sekedar contoh kecil saja dalam kehidupan kita sehari-hari. Jika
saa Anda mengendarai sepeda motor dan berada di depan lampu merah pengatur lalu
linta, lihat saja, seorang pengendara pertama yang melwati gari puth dan terus
maju ke depan akan banyak diikuti oleh pengendara-pengendara lain
dibelakanganya. Padahal, lampu masih berwarna merah.
Itu
baru keberanian konyol yang memimpun laku salah. Kini bayangkan jika keberanian
itu beralih untuk memimpin kebaikan. Tak mudah memang, tapi bagaimana pun, para
calon-calon pemimpin yang dengan berani memimpin perbuatan baik, pasti akan
menemukan pengikut-pengikutnya. Percayalah, yang Anda butuhkan hanya keberanian
untuk mengubah keadaan.
Dan
kelak, Anda bisa berbangga, tidak saja karena berani, tapi juga karena Anda
telah memimpin sebuah perbaikan, bagaimana pun kecilnya. Maka, beranilah
berbuat baik dan benar!***
0 komentar