Inspirasi



”Kematian yang tiba-
tiba adalah rahmat
bagi orang beriman
dan nestapa bagi
orang durhaka,”
Demikian sabda
Rasulullah.


            Dalam hidup, paling tidak ada tiga hal besar yang banyak mengilhami karya-karya besar lahir dari buah pikir manusia. Tiga hal tersebut adalah cinta, wanita dan kematian. Mungkin banyak hal lain yang tak kalah dahsyatnya, tapi untuk kali ini mari kita membicarakan satu di antara tiga inspiraasi di atasm yakni kematian.
        Pada hakikatnya, kematian bukanlah selalu berarti kehidupan yang lumat dan akhir segala ceerita tentang dan dari manusia. Sebaliknya, justru kematianlah yang mampu “mengabadikan hidup” manusia yang fana. Sebut saja, salah seorang penyair Indonesia, Subagio Sastrowardoyo misalnya. Namanya, sampai saat ini masih menjadi ikon tersendiri dalam khazanah sastra Indonesia, justru karena salah satu puisinya yang berbicara tentang kematian. “Dan Kematian Makin Akrab,” begitu judul puisi yang ditulsnya semasa hidup.
         Dalam puisinya tersebut, Subagio bercerita, bahwa kematian sebenarnya sangat akrab sekali dengan kita, “Seperti teman kelakar yang mengajak tertawa,” tulisnya. Tapi apakah cukup dengan menuliskan puisi tentang kematian manusia akan mengabadikan hidupnya? Tak cukup.
      Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang. Pepatah tua itu, tampaknya cukup mampu menjawab pertanyaan di atas. Tak ada yang mampu mengabadikan “hidup” manusia, selain peninggalannya. Maka tak heran jika Rasulullah jauh-jauh hari dulu pernah bersabda, “Manusia yang paling baik adalah manusia yang paling bermanfaat untuk lingkungannya.” Hanya dengan berbuat baik saja, nama kita akan dikenang sepanjang zaman, minimal oleh anak cucu kita, melampaui umur yang dianugerahkan pada kita.
            Sekarang masalahnya adalah, sering kali manusia lupa, bahwa sesungguhnya hidup ini adalah untuk mati. Tak kurang dan tak lebih. Kehidupan dunia dengan segala pernak dan warnanya dibanyak waktu telah membuat kita gila. Manusia tak ada bedanya dengan laron-laron di musim hujan yang keluar dari tanah dan mengejar cahaya. Kian dekat dunia digapai, kian besar bahaya dituai.
            Terang sinar lampu dunia telah membuat kita gelap mata, bahwa semakin dekat kita dengan sumber cahaya, semakin tinggi pula suhu dan panasnya. Dan kita bias terbakar di dalamnya dengan sia-sia.
            Banyak keistimewaan yang bias kita dapatkan dengan mengingat kematian. Aisyah, pernah berkata, suatu ketika salah seorang sahabat bartanya pada Rasulullah. “Ya Rasulullah, apakah ada orang yang kelak dibangkitkan bersama dengan para syuhada?” Kemudian Rasulullah menjawab, “Ada, ia adalah orang-orang yang mengingat mati dua puluh kali dalam sehari.? Dalam kesempatan lain, sahabat Anas ra, berkata, ia pernah mendengar Rasulullah bersabda, “Banyak-banyaklah mengingat mati, karena dengannya akan terkikis dosa-dosa dan terhapus ambisi manusia pada dunia.”
            Kini mari kita tanyakan pada diri sendiri, berapa kali sehari kematian melintas di dalam angan? Mungkin tak setiap hari, gelak tawa, gurau canda kita dengan kawan dan keluarga kadang membuat kita terlena. Untuk orang-orang seperti ini, Rasulullah pernah memberikan peringatan.
            Suatu saat, ketika beliau memasuki masjid, terlihat beberapa orang sedang tertawa senang. Kemudian Rasulullah menghampiri mereka dan menegurnya, “Ingatlah kematian. Demi Allah, seandainya kalian tahu apa yang kuketahui, niscaya kalian akan sedikit tertawa dan menangis.”
            Dari peristiwa tersebut, Rasulallah seakan memberikan isyarat, betapa berat dan dahsyat kematian itu. Satu peristiwa dalam fase yang tak satupun kehidupan lolos darinya, meski telah sembunyi dan melarikan diri. Kataknlah, sesungguhnya maut yang kalian lari darinya, pasti akan mendapati kalian. Kemudian, kalian akan dikembalikan kepada Yang Maha Mengetahui segala yang gaib dan yang nyata. Lalu Dia akan memberitahukan kepada kalian, apa-apa yang telah kalian lakukan. (QS Al-Jumu’ah [62]: 8)
            Sesungguhnya, kematian itu sangat dekat dengan kehidupan. Segala sesuatu yang tak pernah diketahui dan segala sesuatu yang tak pernah diprediksi adalah dekat. Kematian dan kehidupan, seolah-olah hanya dibatasi garis tipis. Jika saat ini kita masih hidup, tak ada yang menjamin esok hari nyawa masih dikandung badan. Jangankan sehari, sedetik ke depan pun tak ada yang mampu memberikan jaminan.
            Jika demikian, tak pernahkah kita merasa takut menghadapinya, sudahkah cukup perbekalan yang kita kumpulkan saat kematian datang. Tak ada yang tahu. Para ulama sufi berpendapat, saat kita hidup sebenarnya adalah tidur panjang, ketika kematian datang, saat itulah kita harus bangun dan sadar. Dan saat itu manusia hanya punya dua pilihan.
            Pertama, ia bangun dari tidurnya panjang dan menjadi segar. Saat dibangkitkan setelah kematian ia benar-benar menjadi manusia yang beruntung karena tidur panjang yang diberikan betul-betul ia gunakan dengan baik dan penuh manfaat. Kebangkitannya dari kematian adalah sesuatu yang dinantikan. Orang-orang seperti ini mengucapkan kata seperti yang pernah keluar dari bibir Rabi’bin Khutsaim. “Tidak ada satu hal yang tersembunyiyang dinanti-nanti oleh orang beriman yang lebih baik dari kematian.”
            Kedua, ia bangun dari tidur tapi lesu dan bersedih hati, karena waktu yang diberikan tidak benar-benar dimanfaatkan. Ia memohon untuk diberikan sedikit waktu lagi dan mengumpulan bekal. Tapi apa lacur, waktu tab bias berjalan mundur atay berhenti. Waktu akan terus meluncur, mendorong yang bertahan dan menggilas yang kelelahan. Dan orang-orang seperti ini kan berkata, “Celakalah kami, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang merugi.”
            Sekaranglah saatnya sadar, bahwa hidup yang selama ini kita jalani, ternyata hanya bersiap untuk mati, untuk menuju kehidupan yang lebih nyata. Meski demikian, bukan tempatnya kita hanya memikirkan mati dan keabadian saja, kehidupan dunia pun tak bias kita lepaskan begitu saja.

            Seorang muslim selayaknya jika siang ia seperti singa yang mencari buruannya. Tapi jika datang senja, ia akan menjadi rahib yang merintih meminta ampun dan berkah pada Tuhannya. Karenanya, “Kematian yang tiba-tiba adalah rahmat bagi orang beriman dan nestapa bagi orang durhaka,” demikian sabda Rasulullah.***
Load disqus comments

0 komentar