Raja-Raja yang pernah memerintah Kerajaan Majapahit:
1. Raden Wijaya 1273 – 1309
2. Jayanegara 1309-1328
3. Tribhuwanatunggaldewi 1328-1350
4. Hayam Wuruk 1350-1389
5. Wikramawardana 1389-1429
6. Kertabhumi 1429-1478
Kerajaan Majapahit ini mencapai puncak kejayaannya di masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk (1350-1389). Kebesaran kerajaan ditunjang oleh pertanian sudah teratur, perdagangan lancar dan maju, memiliki armada angkutan laut yang kuat serta dipimpin oleh Hayam Wuruk dengan patih Gajah Mada.
Di bawah patih Gajah Mada Majapahit banyak menaklukkan daerah lain. Dengan semangat persatuan yang dimilikinya, dan membuatkan Sumpah Palapa yang berbunyi “Ia tidak akan makan buah palapa sebelum berhasil menyatukan seluruh wilayah Nusantara”.
Mpu Prapanca dalam bukunya Negara Kertagama menceritakan tentang zaman gemilang kerajaan di masa Hayam Wuruk dan juga silsilah raja sebelumnya tahun 1364 Gajah Mada meninggal disusun oleh Hayam Wuruk di tahun 1389 dan kerajaan Majapahit mulai mengalami kemunduran.
Penyebab kemunduran:
Majapahit kehilangan tokoh besar seperti Hayam Wuruk dan Gajah Mada meletusnya Perang Paragreg tahun 1401-1406 merupakan perang saudara memperebutkan kekuasaan daerah bawahan mulai melepaskan diri.
Peninggalan kerajaan Majapahit:
Bangunan: Candi Panataran, Sawentar, Tiga Wangi, Muara Takus
Kitab: Negara Kertagama oleh Mpu Prapanca, Sitosoma oleh Mpu Tantular yang memuat slogan Bhinneka Tunggal Ika.
Paraton Kidung Sundayana dan Sorandaka R Wijaya Mendapat Wangsit Mendirikan Kerajaan Majapahit.
Dua pohon beringin di pintu masuk Pendopo Agung di Trowulan, Mojokerto. Dua pohon beringin itu ditanam pada 22 Desemebr 1973 oleh Pangdam Widjojo Soejono dan Gubernur Moehammad Noer.
Di belakang bangunan Pendopo Agung yang memampang foto para Pangdam Brawijaya, terdapat bangunan mungil yang dikelilingi kuburan umum. Bangunan bernama Petilasan Panggung itu diyakini Petilasan Raden Wijaya dan tempat Patih Gajah Mada mengumandangkan Sumpah Palapa.
Begitu memasuki bangunan Petilasan Panggung, yang memiliki pendopo mini sebagai latarnya, tampak beberapa bebatuan yang dibentuk layaknya kuburan, dinding di sekitar ” kuburan ” itu diselimuti kelambu putih transparan yang mampu menambah kesakralan tempat itu.
Menurut Sajadu ( 53 ) penjaga Petilasan Panggung, disinilah dulu Raden Wijaya bertapa sampai akhirnya mendapat wangsit mendirikan kerajaan Majapahit. Selain itu, ditempat ini pula Patih Gajah Mada mengumandangkan Sumpah Palapa. ” Tempat ini dikeramatkan karena dianggap sebagai Asnya Kerajaan Majapahit ” katanya.
Pada waktu tertentu khususnya bertepatan dengan malam jumat legi, banyak orang datang untuk berdoa dan mengharapkan berkah. ” orang berdatangan untuk berdoa, agar tujuannya tercapai ” kata Sajadu yang menyatakan pekerjaan menjaga Petilasan Panggung sudah dilakukan turun-temurun sejak leluhurnya.
Sembari menghisap rokok kreteknya, pria yang mewarisi sebagai penjaga petilasan dari ayahnya sejak 1985 juga menceritakan, dulunya tempat itu hanya berupa tumpukkan bebatuan. Sampai sekarang, batu tersebut masih ada di dalam, katanya.
Kemudian pada 1964, dilakukan pemugaran pertama kali oleh Ibu Sudarijah atau yang dikenal dengan Ibu Dar Moeriar dari Surabaya. Baru pada tahun 1995 dilakukan pemugaran kembali oleh Pangdam Brawijaya yang saat itu dijabat oleh Utomo.
Memasuki kawasan Petilasan Panggung, terpampang gambar Gajah Mada tepat disamping pintu masuk. Sedangkan dibagian depan pintu bergantung sebuah papan kecil dengan tulisan ” Lima Pedoman ” yang merupakan pedoman suri teladan bagi warga.
Selengkapnya ” Ponco Waliko ” itu bertuliskan ” Kudutrisno Marang Sepadane Urip, Ora Pareng Ngilik Sing Dudu Semestine, Ora Pareng Sepatah Nyepatani dan Ora Pareng Eidra Hing Ubaya ”
Dikisahkan Sajadu pula, Petilasan Panggung ini sempat dinyatakan tertutup bagi umum pada tahun 1985 hingga 1995. Baru setelah itu dibuka lagi untuk umum, sejak dinyatakan dibuka lagi, pintu depan tidak lagi tertutup dan siangpun boleh masuk.
0 komentar