Kerajaan Banggai

Setiap Komunitas Masyarakat pada Masa ke masa memiliki ikatan emosional yang kuat, balk karena kesamaan Adat Istiadat, maupun karena di satukan oleh kondisi Giografis Banggai adalah salah satu di antara Komunitas yang telah eksis ratusan Tahun yang lalu sebelum Kerajaan Banggai secara resmi terbentuk pada Tahun 1600 M.
Pada masa pra Kerajaan Banggai di wilayah kekuasan Kerajaan Banggai berdiri empat buah Kerajaan yang memiliki Wilayah dan berdaulat atas wilayahnya. Empat Kerajaan dimaksud adalah Babolau berkedudukan di Babolau ± 5 km dari Desa Tolise Tubono, Kokini berkedudukan di Desa lambako, Katapeanberkedudukan di desa Sasaban ± 5 km dari Desa Monsongan dan Singgolok berkedudukan di Bungkuko Tatandak ± 7 km dari Desa Gonggong Keempat Kerajaan tersebut hidup dalam suasana saling mencurigai bahkan cenderung bermusuhan sehingga sering terjadi peperangan antara keempat Kerajaan tersebut ini, masing -masing mempertahankan kedaulatannya dan tidak ada yang mengalah.
Dalam suasa bermusuhan ini datang seorang Pangeran penyembar Agam Islam dari Kerajaan Kediri yang bernama Tabea ADI COKRO ( Mbumbu doi Jawa ),atau di Banggai dikenal ADI SOKO menginjakkan kaki di Banggai sekitar Tahun 1580 M,kedataangan Adi Cokro di Pulau Banggai menemukan suasana Masyarakat yang saling bermusuhan antara Kerajaan Babolau, Kokini, Katapean, dan Kerajaan Singgolok maka sebagai seorang yang bijak timbullah niatannya untuk mempersatukan kerajaan yang saling bermusuhan tersebut. Adi Cokro selama tinggal di Banggai kawin dengan Putri Nurusjaffa salah seorang Putri Kerajaan Singgolok, dan Putri Kerajaan Babolau bernama Nursia Kutubuzzaman, perkawinan Adi Cokro dengan Nurussaffa KutubulQaus memperoleh seorang Putra bernama Abu Qasim dan perkawinan dengan Nursia Kutubuzzaman memperoleh anak bernama Putri Saleh. Namun sebelum beliau pergi ke Banggai, Adi Cokro pernah tinggal di Kerajaaan Ternate dan sempat kawin dengan seorang Bangsawan bernama Castella berketurunan Portugis, dari perkawinan ini memperoleh seorang Putra Maulana Prins Mandapar dan pendekatan perkawinan Adi Cokro tersebut berhasil mempersatukan Empat Kerajaan tersebut dengan memberikan kewenangan untuk mengangkat Raja atau Tomundo. Empat Raja yang dipersatukan tersebut diberi gelar Basalo yang dikenal dengan " Basalo Sangkap " Pada masa inilah terbentuknya awal mula Kerajaan Banggai secara terorganisir.
KERAJAAN BANGGAI DARI TAHUN 1600 S/D SEKARANG
A.   Periode 1600 s/d 1939
Kesepakatan antara Adi Cokro dengan Basalo Babolau, Basalo Kokini, Basalo Katapean dan Basalo Singgolok belum diwujudkan dalam bentuk Kerajaan yang resmi tetapi stuktur Pemerintahan Kerajaan Banggai telah dipersiapkan oleh Adi Cokro. Sebagai penyebar Agama Islam Beliau kemudianmeninggalkan Banggai yang waktu itu belum ada penujukkan Raja Banggai yang resmi. Berdasarkan penunjukkan Basalo Sangkap Abu Qasim di tunjuk menjadi raja tetapi beliau tak bersedia karena usianya masih belia, maka berangkatlah Abu Qasim menemui ayahnya di Kerajaan Kediri untuk meminta pendapat dan kemudian di perintahkan oleh ayahnya untuk menjemput kakak tertuanya dari Ibu Castella di Ternate menjadi Raja diBanggai. Pada Tahun 1600 itulah Maulana Prins Mandapar dilantik (dilabuk) oleh Basalo Sangkap (Lembaga Tinggi Kerajaan Banggai) untuk menduduki Tahta Kerajaan dan berkuasa Tahun 1600 - 1630. Sejak Pemeritahan Raja Banggai Pertama Raja Prins Maulana Mandapar sampai dengan Raja Banggai Ke - 19 Tomundo Awaludin Tahun 1925 - 1939 pengangkatan Raja Banggai tidak menggenal Putra Mahkota tetapi berdasarkan Seba Khusus Basalo Sangkap yang memilih Putra - Putra terbaik keseluruh Baginsa (bangsawan) di luar Iingkungan Basalo Sangkap. Tradisi dan Ketentuan ini dipatuhi secara turun temurun selama ± 350 Tahun sampai terakhir Basalo Sangkap memilih dan Melantik Tomundo NURDIN DAUD pada Tahun 1939, sebagai Tomundo yang ke 20.
B.                     Priode Tomundo Nurdin Daud

Pada saat Tomundo Nurdin Daud di pilih oleh Basalo Sangkap, Beliau masih berumur ± 12 Tahun dari segi usia Tomundo Nurdin Daud belum dapatmelaksanakan tugas - tugasnya sebagai Raja / Tomundo sehingga Pemerintahan Kerajaan sempat mengalami kefakuman beberapa saat Iamanya.Kefakuman tersebut dirasakan oleh parangkat raja terutama Komisi Sangkap (Perangkat Kerjaaan) yang terdari Jogugu, Mayor Ngopa, Kapita Laut dan Hukum Tua. Atas dasar kondisi tersebut komisi sangkap berembuk untuk menunjuk salah seorang dari mereka bersedia menjadi pelaksana tugas - tugas Raja Nurdin Daud agar Pemerintahan dapat berjalanan dengan balk. Atas kesepakatan bersama di setujuilah H. Syukuran Aminuddin Amir yang menjabat sebagai Mayor Ngopa pada saat itu, atas persetujuan Basalo Sangkap yang diselesaikan Kontrolir Belandabernama DOOR MEYYER. Kesepakatan penunjukkan H. Syukuran Aminuddin Amir sebagai Pelaksana Tugas Raja Banggai di sertai dengan syarat bahwa setelah Tomundo Nurdin Daud telah berusia Dewasa, segala kewenangan dalam Tugas - tugas Raja di serahkan kembali kepada Tomundo Nurdin Daud. Pada saat Syukuran Aminudin Amir di tunjuk sebagai Pelaksana Tugas Raja Banggai beliau menyerahkan Jabatanya, Mayor ngopa kepada Zakaria Agama dan Tomundo Nurdin Daud di sekolahkan di Makasar. Sejak itulah Sejarah Kerajaan Banggai memasuki Babak baru. Raja Banggai yang secara turun temurun tinggal di Keraton Kerajaan Banggai dan mengendalikan Kerajaan dari Kota Banggai mulai dialihkan ke Kota Luwuk.
C.                    Masa Suram Batomundoan Kerajaan Banggai.
Penunjukan Syukuran Aminuddin Amir sebagai Pelaksana Tugas Raja Banggai telah merubah Tatanan Adat Banggai terutama dalam pengangkatan Raja Banggai yang definitive sesuai ketentuan yang telah dipatuhi turun temurun.
Syukuran Aminuddin Amir yang pada mulanya sebagai Pelaksana Tugas Raja Banggai telah menyatakan dirinya sebagai Tomundo atau Raja danbeliau tidak mengembalikan lagi, kewenangan dan tugas - tugas Raja yang dititipkan kepadanya. Secara dejure Syukuran Aminuddin Amirbukan Tomundo karena tidak pernah di pilih dan dilantik oleh BasaloSangkap sebagai pemegang kekuasaan mengangkat danmemberhentikan Raja / Tomundo tetapi pada kenyataannya Syukuran Aminuddin Amir telah menggelarkan dirinya TUTU / TOMUNDO atauRAJA. Perjalanan Sejarah Kerajaan Banggai mulai meninggalkan Tatanan - Tatanan " Prinsip " terutama dalam memilih Raja. Sementara Syukuran Aminuddin Amir menyampaikan pengaruhnya mulai kepada Masyarakat Banggai bahwa beliau adalah Raja / Tomundo Banggai. Dalam Komunikasi dengan Kerajaan - Kerajaan tetangga, pihak Belanda, Jepang maupun Pemerintah Republik Indonesia yang telah diprolamasikan Tahun 1945, Syukuran Aminuddin Amir telah mengatasnamakan Raja Banggai yang Devinitive dan telah mewakili Masyarakat Adat Banggai sebagai Tomundo atau Raja.
Sekalipun Syukuran Aminuddin Amir telah diakui oleh pihak lain sebagai Raja Banggai, tetapi Basalo Sangkap sebagai Lembaga tertinggi yang tetap hidup dalam Masyarakat Adat Banggai dan mempunyai tugas khusus mengangkat dan memberhentikan Raja, tidak mengakui Syukuran Aminuddin Amir sebagai Raja Banggai sesudah Nurdin Daud. Pada masaketidakpastian ini perubahan - perubahan di Negeri ini mulai bergulir masa transisi terjadi secara mendasar. Melalui Peraturan Pemerintah RI nomor 33 tanggal, 12 Agustus 1952 tentang penghapusan Daerah internal Federasi Kerajaan Banggai, menghapuskan peran Raja Banggai yang waktu itu di klaim olehSyukuran Aminuddin Amir dan sekaligus mengangkat Syukuran Aminuddin Amir sebagai Kepala Pemerintahan Negeri di wilayah Kerajaan Banggai.
Dalam suasana ini bekas Kerajaan Banggai telah di pimpin oleh seorang Pejabat Negeri yang di tunjuk Pemeritah RI tetapi Tatanan Adat Istiadat, Struktur Dan fungsi serta peran Adat di wilayah Kerajaan Banggai secara keseluruhan masih hidup terus dalam Masyarakat Adat Pulau Banggai, tempat kedudukanBasalo Sangkap (Lembaga Tinggi Kerajaan Banggai), Keraton Kerajaan Banggai dan Situs - Situs sejarah lainnya sebagai bukti lahirnya Kerajaan Banggai, tetap di pertahankan sebagai perangkat Adat Tinggi Kerajaan Banggai
Dalam suasana yang tidak menentu dan Kekerasan Masyarakat yang berlarut - larut, Basalo Sangkap selaku Lembaga Tinggi Adat Banggai dalam Seba luar bisa Tanggal, 25 Juni 2008 dengan berbagai pertimbagan tradisi kehidupan Adat Istiadat Banggai maka di putuskan untuk mengangkat kembali pemimpin Adat Budaya Banggai yang bergelar Tomundo sesuai Adat Istiadat Kerajaan Banggai, Keraton Banggai yang sempat terlantar bertahun - tahun masih menjadi tempat Sakral bagi Masyarakat Adat Banggai sekalipun Syukuran Aminuddin Amir yang memprokiamirkan dirinya Tomundo, tidak lagi memberi perhatian serius terhadap keberadaan Adat Istiadat Banggai bahkan cenderung ingin menghilangkan jejak Sejarah Banggai yang lahir di Kota Banggai.
D.   Pelurusan Sejarah Kerajaan Banggai
Melalui masa yang panjang ± 69 Tahun jejak Sejarah Kerajaan Banggai balk masih dalam masa swapraja maupun telah berubah menjadi sebuah Wilayah Kabupaten, Tatanan Adat Istiadat Banggai tetap bertahan hidup di tengah - tengah perubahan pola pikir masyarakat karena komunikasi antara Daerah mulai terbuka.
Kepemimpin dalam Adat Istiadat Banggai tetap memberi gelar Tomundo kepada pemangku Adat sepanjang pemimpin tersebut di pilih dan dilantik oleh Basalo Sangkap sesuai ketentuan Kerajaan Banggai. Dalam memilih Tomundo atau Raja yang kerajaan Banggai tidak pernah mengenal Putra Mahkota dan dalam penggantian 20 Raja Banggai tidak pernah terjadi putra Raja menggantikan Ayahnya secara Iangsung. Kehidupan Demokrasi ini telah menjadi bagian dari Prosesi Kepemimpinan Adat dalam seluruh tingkatan di Wilayah Kerajaan Banggai. Diakui atau tidak Syukuran Aminuddin Amir telah menjadi symbol Adat Masyarakat Banggai tetapi dalam ketetapan Basalo Sangkap Syukuran Aminuddin Amir bukan sebagai Tomundo yang Syah, karena beliau tidak pernah di pilih dalam Seba khusus maupun di lantik oleh Basalo Sangkap (Lembaga Tinggi Kerajaan Banggai).
Setelah Syukuran Aminuddin Amir meninggal Dunia Tahun 1986 Putra beliau bernama Moh. Chair Amir secara langsung menyatakan dirinya sebagai pewaris ayahnya dalam masalah Adat, bahkan menggelar dirinya sebagai Tomundo atau Raja. Untuk melegitimasi keinginanya tersebut maka Moh ChairAmir menggelar sebuah pertemuan tokoh Adat pada tanggal, 5 desember 1987 di Banggai sesuai Surat Pengukuhan yang di tanda tangani oleh yang mewakili suku Banggai, Suku Balantak dan Suku Saluan. Pengukuhan tersebut menyatakan Moh. Chair Amir sebagai Ketua Lembaga Musyawara Adat Banggai, tetapi bukan sebagai Tomundo karena tidak di kukuhkan oleh BasaloSangkap. Seperti ayahnya Moh. Chair Amir telah mewakili Masyarakat Adat Banggai dengan Pihak lainnya termasuk dalam kegiatan - kegiatan yang bersifat Politis, di antaranya Pemekaran Kabupaten Banggai Kepulauan yang sampai sekarang ini masih dalam ketidakpastian Ibu kota yang menimbulkan Instabilitas di dalam Masyarakat bahkan puncaknya terjadi penembakanMasyarakat Banggai oleh Polisi yang menewaskan 4 Orang dan 23 lainnya luka berat pada Tanggal, 28 Pebruari 2007, sebagai akibat dari Gejolak PemindahanIbukota Kabupaten Banggai Kepulauan dari Banggai ke Salakan.

Dalam Suasana yang Kritis ini Moh Chair Amir sebagai Ketua Lembaga Masyarakat Adat Banggai tidak pernah membantu menyelesaikan Konflik Horizontal antar Masyarakat. Bahkan pada saat masyarakat Banggai mencari kepastian hukum di Mahkama Konstitusi mengenai UU No. 51 Pasal 10 dan Pasal 11, Moh. Chair Amir yang bertindak sebagai pemohon kemudian mengundurkan diri tanpa alasan yang jelas sehingga melahirkan Konflik baru oleh Masyarakat Banggai khususnya yang berdiam di Pulau Banggai dan Pulau Peling.
Dalam suasana yang tidak menentu dan dalam keresahan Masyarakat yang berlarut - larut, Basalo Sangkap (Lembaga Tinggi Adat Banggai) dalamSeba Luar Bisa tanggal, 25 Juni 2008 berdasarkan pertimbangan tradisi kehidupan Adat Istiadat Banggai maka diputuskan untuk mengangkat kembalipemimpin Adat Budaya Banggai yang bergelar Tomundo sesuai Adat Istiadat Kerajaan Banggai.
Sikap Basalo Sangkap mengangkat Tomundo Banggai ini tidak bertujuan mengembalikan kekuasan Kerajaan Banggai tetapi bertujuan untuk mengembalikan Sejarah Adat Istiadat Kerajaan Banggai sesuai Ketentuan para Leluhur untuk menyatukan Masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pengembalian perjalanan Sejarah Banggai kepada alur perjalanan, Tomundo Nurdin Daud Raja ke - 20 di dasarkan pada bukti - bukti Sejarah yang masih di miliki, adat istiadat yang mengakar masih menjadi nilai - nilai Leluhur yang di taati oleh Masyarakat Banggai

Berbagai peninggalan sejarah masa lalu Kerajaan Banggai yang sekarangtersebar dan terpelihara dengan baik masih dapat di saksikan secara Iangsung bahkan hasil penilitian Lembaga Pengamatan Penelitian Keraton -Keraton se Nusantara ( LP2K ) tentang pengkajian pendataan keabsahan / eksistensi Keraton Kerajaan Banggai dan situs - situs yang membuktikan sebuah kerajaan yang pernah memiliki wilayah kekuasan pada masa lalu, telah memberikanlegitimasi keabsahan Kerajaan Banggai sebagai salah satu Kerajaan Nusantara berkedudukan di Banggai. Ini dibuktikan dengan dimasukannya Kerajaan Banggaisebagai Anggota Forum Silaturrahmi Keraton se - Nusantara (FSKN ) anggota 118 dan di tunjuk sebagai Koordinator Wilayah 18 FSKN Propinsi Sulawesi Tengah.
"yang tercacat dalam Sejarah Kerajaan Nusantara tulisan
Mpu Prapanca dengan Nama Kerajaan Benggawi."
wassalam
Banggai, 08 Zulkaidah 1429H 07 Nopember 2006M
BASALO SANGKAP
(LEMBAGA TINGGI KERAMAN BANGGAI)
Basalo Babolau                        Basalo Kokini                                     Basalo Singgolok Basalo Katapean
ADHAR HASUNAN MASYKUR ABDULLAH, BSc ADRIN KUNUT    HASAN KAEPA

i.          Pada tahun 1908 Kerajaan Banggai, yang wilayahnya meliputi seluruh jazirah Timur Pulau Sulawesi yang berbatasan dengan Poso dan pulau-pulau di sekitarnya, lepas dari statusnya sebagai kerajaan otonom di bawah Kesultanan Ternate dan mendapat status sebagai Zelf Besturende Lanschap. Pada saat inilah terbentuk "Pemerintahan Sulawesi dan Bawahannya (Govemement Celebes Onderhoorigheden) yang berlaku sampai tahun 1924, dan mempunyai beberapa afdeling antara lain Afdeling Oost Celebes di mana Lanschap Banggai atau Kerajaan Banggai masuk di dalamafdeling tersebut.
ii.        Setelah tahun 1924 Kerajaan Banggai dibagi menjadi 2 (dua)onderafdeling, yakni Onderafdeling Banggai Laut dengan Ibukota Banggai dan Onderafdeling Banggai Darat dengan Ibukota Luwuk. Raja Banggai tetap berkedudukan di Banggai sedangkan pemerintahan Belanda berkedudukan di Luwuk.
iii.      Di sekitar tahun 1924 itu pula Kerajaan Banggai kemudian dimasukkan ke dalam Afdeling Poso dengan nama Onderafdeling Banggai, yang masuk wilayah Keresidenan Menado berdasarkan stbld Nomor 365 juncto 366.
iv.      Pada masa Jepang, pada awalnya meskipun Ibukota Ondeafdeling Banggai tetap di Banggai oleh karena Jepang tetap qerkedudukan di Luwuk, Raja atau Tomundo diharuskan bertempat tinggal di Luwuk selama 3 (tiga) bulan dan di Banggai selama 3 (tiga) bulan.
v.         Kemudian Jepang mernindahkan secara 'permanen' Ibukota Banggai Ice Luwuk dengan sebutan "Banggai Ken", dan menempatkan seorang pejabat pemerintahan Jepang untuk wilayah Banggai (Laut, Banggai Kepulauan saat ini) yang disebut Bunken, dan menempatkan seorang Ken Kanrikan di Luwuk untuk menjalankan pemerintahan di Banggai darat (wilayah Kabupaten Banggai sat ini). Kerajaan tetap dipegang atau dijabat oleh Raja atau Tomundo yang oleh Jepang disebut SUCLI.
vi.      Pada masa Republik Indonesia Serikat (RIS) Pemerintahan Swapraja
Kerajaan Banggai masuk bagian dari Negara Indonesia Timur (NIT)
bersama 15 kerajaan lain di bawah Daerah Otonomi Sulawesi Tengah dengan kedudukan ibukota di Poso.
vii.    Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1952, Kerajaan Banggai menjadi bagian dari wilayah Pemerintahan Swatantra Tingkat II atau Kabupaten Poso, satu dari 'pemekaran' Otonomi Sulawesi Tengah menjadi dua Pemerintahan Swatantra Tingkat II (satu lagi yakni Kabupaten Donggala).
viii.  Berdasarkan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1959, wilayah bekasOnderafdeling Banggai dilepaskan dari Kabupaten Poso, menjadiKabupaten Banggai dengan kedudukan ibukota di Luwuk.
ix.                Sejak jaman Jepang, yakni di masa pemerintahan raja Banggai terakhir pada masa kolonial almarhum Syukuran Aminuddin Amir (dikukuhkan menjadi RajaBanggai pada 1 Maret 1941), hingga penyerahan sepenuhnya pemerintahan dari Kerajaan Banggai yang diwakili oleh Raja Syukuran Aminuddin Amir kepada Bupati Bidin selaku Bupati Banggai Pertama tanggal 12 Desember 1959, Ibukota Kerajaan Banggai (dan selanjutnya Kabupaten Banggai) telah berkedudukan di Luwuk.
Hak-hak tradisional yang menjadi ide dasar disepakatinya Banggai sebagai Ibukota Kabupaten Banggai Kepulauan, maka masyarakat adat Banggai Kepulauan mengalami kerugian nyata khususnya dari aspek psikologi.
Mengakhiri pendapat hukum ini sambil menyatakan bahwa MahkamahKonstitusi dengan kewenangan konstitusionainya sebagai penjaga konstitusi adalah sangat berwenang melindungi hak konstitusional in casu hak konstitusional masyarakat adat Banggai akibat dari perbuatan pembentuk undang-undang a quoyang bertentangan dengan aspirasi masyarakat. Implikasinya merugikan hak konstitusional masyarakat yang dijamin UUD 1945, sebagaimana terurai di atas.
Hal tersebut dimaksudkan sebagai upaya untuk lebih memperkuat prinsipkonstitusionalisme, demokrasi dan penghormatan hak asasi manusia, karena memang pengadilan di Mahkamah Konstitusi adalah ranah politik. Jntuk itumenurut pendapat hukum ahli adalah hak konstitusional Mahkamah Konstitusi untuk menyatakan bahwa perbuatan legislatif yang secara potensil menimbulkan kerawanan politik, sosial sebagai perbuatan yang bertentangan dengan hukum. Dengan demikian bertentangan pula dengan UUD 1945.
sejarawan lnggris, Sir John Robert Seeley (1834-1895), menyatakan bahwa, “history is past politics, politics is present history' atau "sejarah adalah politik masa lalu dan politik adalah sejarah masa kini." Sejarah kerajaan Banggai telah berkembang jauh di abad-abad yang lalu dan telah memiliki raja-raja atau dikenal  masyarakat dengan sebutan: Tomundo (Pemimpin) atau Soosa (Yo Lai Soosa:semua hak privasinya terhadap Raja) atau Tutuu (benar dan amanah), Miantuu(orang asli), sebagai berikut: Maulana Prins Mandapar (1571-1601), Mumbu Doikintom (1602-1630), Mumbu Doi Benteng (1630-1650), Mumbu Doi Balantakmulang (1650-1689), Mumbu Doi Kota (1690-1705), Mumbu Doi Bacan Abukasim (1705-1749), Mumbu Doi Mendono (1749-1753), Mumbu Dot Padangko(1754 - 1763), Mumbu Doi Dinadat Raja Mandaria (1763-1808), Mumbu Doi GalelaRaja Atondeng (1808-1815), Mumbu Tenebak Raja Laota (1815-1831), MumbuDoi Pawu Raja Taja (1831-1847), Mumbu Doi Bugis Raja Agama (1847-1852).
Mumbu Doi Jere Raja Tatu Tonga (1852-1858), Raja Soak (1858-1870), RajaNurdin (1872-1880), Raja H. Abdulazis (1880-1900), Raja H. Abdurrahman0901-1922), Raja Awaluddin (1925-1940), Raja Nurdin Daud (Anak-Anak, hanyaSirnbol), dan Raja HAS.Amir (1941-1957). Sejak raja pertama hingga terakhir dari 21 dinasti Tomundo Kerajaan Banggai dan bahkan hilangnya sistem kerajaan, Dewan Hadat Basalo Sangkap masih diakui masyarakat Banggai secara ices-eluruhan hingga saat ini (baca tahun 2008). Basalo Sangkap inilah sumber dan Dewan Hadat Banggai Kepulauan. Pada UUD 1945 Pasal 18B ayat (1) dan ayat (2), dan Pasal 281 ayat (3), dinyatakan bahwa:
1.        Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintah daerah yangpersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan n dang-und a ng.[Pasal 18B ayat (1)];
2.        Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum 3dat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup sesuai dengan Derkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang. [Pasal 18B ayat (2)];
3.        identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman. [Pasal 18B ayat (3)].
Pembinaan peradaban dan kebudayaan Banggai Kepulauan supaya selaras :engan perkembangan zaman dirancang harus sesuai dengan konvensi ILO •4tmor 169 Tahun 1986 menyatakan bahwa, "Bangsa, suku, dan masyarakat adat adalah sekelompok orang yang memiliki jejak sejarah dengan masyarakat sebelum masa invasi dan penjajahan, yang berkembang di daerah mereka, -ienganggap diri mereka beda dengan komunitas lain yang sekarang berada di :aerah mereka atau bukan bagian dari komunitas tersebut. Mereka bukan -lerupakan bagian yang dominan dari masyarakat dan bertekad untuk —emelihara, mengembangkan„ dan mewariskan daerah leluhur dan identitas e:nik mereka kepada generasi selanjutnya; sebagai dasar bagi kelangsunganwe.beradaan mereka sebagai suatu suku. sesuai dengan po/a budaya. lembaga sosial dan sistem hukum mereka."
Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 dinyatakan bahwa. "Benda Cagar Sudaya adalah benda buatan manusia, bergerak atau tidak bergerak yang berupa kesatuan atau kelompok atau bagian-bagiannya atau sisa-sisanya, yang berumur sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, atau mewakili masa gaya yang khas dan mewakili masa gaya sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, serta dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan." Serta diimplementasikan perencanaan berupa tuntutan "Pasal 24 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya, dipandang perlu mengatur lebih lanjut mengenai penguasaan, pemilikan, pendaftaran,pengalihan, penemuan,pencarian,perlindungan, pemeliharaan, pemanfaatan, pembinaan, dan pengawasan serta hal-hal lain yang berkenaan dengan upaya pelestarian benda cagar budaya dengan Peraturan Pemerintah."
Perkembangan "satuan daerah yang bersifat khusus" (amanat UUD 45) untukBanggai Kepulauan harus diperhatikan pembagian wilayah yang bersentuhandengan kedudukan Banggai Kepulauan dalam pemerintahan daerah sebagaiberikut ini:
Pertama, pada awal abad ke-20 (baca: tahun 1908) Hindia Belanda membagidaerah di Indonesia menjadi dua bagian utama yakni daerah yang dikontrollangsung (Rechtsreeksbestuursgebied atau Governements/anden) dan daerah yang tidak langsung dikontrol (Zelfbestuurslandschappen atau Vorstelanden).Daerah yang dikontrol langsung dibagi lagi menjadi afdeelingen dansub bagiannya onder afdeelingen. Daerah Sulawesi Tengah termasuk BanggaiKepulauan masuk dalam wilayah Gubernur Makassar yang terdiri atas AfdelingOost Celebes dan Afdeling of Midden Celebes, meliputi under afdeling-onder afdeling. Pada waktu ini, onder afdeling Kolonodale dan onder afdeling (oa) Banggai masuk dalam wilayah Afdeling Oust Celebes dengan Ibukota di Bau-Bau di Pulau Buton.
Kedua, pada tahun 1919 wilayah Sulawesi Tengah dibagi dua afdeling yakniafdeling Donggala: oa Donggala, Tolitoli, dan Palu; afdeling Poso terdiri atas: oa. Poso; oa. Parigi; oa. Kolonodale; dan oa. Banggai di Banggai.
Ketiga, 1926 lanschaap Banggai dibagi menjadi oa. Banggai Darat di Luwuk dan oa. Banggai Laut di Banggai yang masuk dalam Keresidenan Manado. Keresidenan Manado di Sulawesi Tengah terdiri atas oa. Donggala (Banawa Tawaeli), Palu (Palu, Sigi Biromaru, Dolo, dan Kulawi), Poso (Tojo Una-Una, Poso, Lore), Parigi (Parigi, Moutong), Kolonodale (Mori, Bungku), Banggai (Banggai Darat di Luwuk, Banggai Laut di Banggai), Tolitoli, dan Buol Inilah sumber inspirasi dari pembagian wilayah pemekaran Banggai Kepulauan di tahun 1999. Keempat, 1938 Sulawesi Tengah terdiri atas oa. Donggala (Banawa, Tawaeli), Palu (Palu, Sigi Biromaru, Dolo, Kulawi), Poso (Tojo, Poso, Lore, Una-Una), Parigi (Parigi, Moutong), Luwuk (Kerajaan Banggai Laut di Banggai dan Banggai Darat di Luwuk). dan Tolitoli (Kerajaan Tolitoli). Kelima, 1942 pada pendudukan Jepang antara tahun 1942-1945, distrik diganti menjadi Gun, kepala distrik menjadi Gunco, Raja menjadi Suco dan satu hal yang perlu mendapat catatan adalah Ibukota Banggai dipindahkan ke Luwuk.
Keenam. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1959 dan SK Gubernur KepalaDaerah Sulawesi Utara Tengah tanggal 4 Februari 1961 Nomor O1/Pem/1961,wilayah Banggai dibagi dalam Kewedanan Banggai Darat dan BanggaiKepulauan. Banggai Darat terdiri atas Kecamatan Luwuk (distrik Luwuk, Batui,Kintom, Bonebabakal. dan Balantak), Kecamatan Teluk Tomini (Bunta,Pagimana). Wilayah Banggai Kepulauan dibagi dalam: Kecamatan Banggai(distrik Banggai, Labobo Bangkurung. dan Totikum), Kecamatan Tinangkung (Distrik Salakan, Buko-Tataba, Bulagi. dan Liang). Ibukota berada di Luwuk.(Machmud, HK., 1986). Ketujuh, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 dan Surat Keputusan Gubemur KDH. Tingkat I Sulawesi Tengah tanggal 15 Januari 1964 Nomor 25/1964 Kabupaten Banggai meliputi wilayah: Kecamatan Labobo Bangkurung Ibukota di Mansalean, Kecamatan Banggai di Banggai. Totikum di Sambiut. Tinangkung di Salakan, Bulagi di Bulagi, Liang di Liang. Buko-Tataba di Buko, Batai di Batui. Bunta di Bunta, Kintom di Kintom, Pagimana di Pagimana, Luwuk di Luwuk, Lamala di Bonebabakal, dan Balantak di Balantak. Sistem ini masih mengikuti pembagian pada zaman kerajaan Banggai dulu yakni tujuh wilayah Banggai Laut dan tujuh wilayah Banggai Darat. Masyarakat Banggai baik di darat maupun di laut mengenal dua kota besar Banggai yakni Kota Banggai dan Kota Luwuk. Kedua kota inilah yang representatif menjadi kota di wilayah dua Banggai. Ibukota Kabupaten Banggai di Luwuk. Sejak tahun 1964 Badan Penuntut Daerah Otonom masyarakat Banggai Kepulauan termasuk Dewan Hadat telah memperjuangkan Pemekaran Banggai untuk membentuk Kabupaten Banggai Kepulauan hingga tahun 1999.
Sumber data : keraton kerajaan Banggaidan lembaga tinggi adat Banggai.
Load disqus comments

0 komentar