Pahlawan Abdul Kadir

Abdul Kadir Raden Temenggung Setia Pahlawan adalah pahlawan nasional dari Kalimantan Barat. Pada tahun 1845, dia diangkat sebagai kepala pemerintahan Melawi yang merupakan bagian dari kerajaan Sintang, dan bergelar Raden Temenggung.
Abdul Kadir dilahirkan di Sintang,Kalimantan Barat pada tahun 1771. Merupakan anak dari pasangan ayahnya bernama Oerip dan ibunya bernama siti safriyah. Dahulu kala, ayah raden tumenggung adalah seorang pemimpin pasukan di kerajaan sintang.
Setelah ayahnya meninggal,ia menjadi kepala pemerintahan Melawi pada tahun 1845,menggantikan kedudukan ayahnya,dan mendapatkan gelar Raden Tumenggung dari Raja Sintang. Ia berhasil meningkatkan kesejahteraan rakyat Melawi.
Perjuangan pertamanya ialah menyatukan dan mendamaikan dua suku yang bertikai selama hampir tujuh tahun:Suku Dayak dan Suku Melayu. Tujuannya adalah untuk menghimpun kekuatan untuk melawan penjajah. Hal itu dilakukannya secara diam-diam.
Dalam kedudukannya sebagai Kepala Pemerintahan Melawi dan Hulubalang Kerajaan Sintang, ditemukan bukti-bukti hubungan Raden Tumenggung Setia Pahlawan dengan para pimpinan perlawanan rakyat di Sintang.
Untuk menghadapi Belanda, Abdul Kadir memainkan peran ganda. Sebagai pejabat pemerintah, ia memperlihatkan setia kepada Penembahan (raja) Sintang yang berarti pula setia kepada pemerintahan Belanda. Namun deimikian, secara diam-diam ia berusaha menghimpun kekuatan rakyat untuk melawan Belanda. Akhirnya, melalui usahanya, di Melawi dan daerah sekitarnya terbentuk kesatuan-kesatuan bersenjata anti-Belanda
Kegiatan yang dilakukannya tersebut mulai diketahui Belanda. Ketaatan dan penghormatan rakyat Melawi yang besar terhadap Abdul Kadir Gelar Raden Tumenggung Setia sangat mengkhawatirkan Pemerintah Belanda karena dianggap membahayakan posisi Belanda dalam upaya menanamkan kekuasaannya di Melawi. Belanda pun tak tinggal diam,lalu mencari cara untuk membendungnya. Hingga akhirnya pada tahun 1866,Belanda menemukan jalan keluarnya.
Belanda kemudian menemui Abdul Kadir, Pada tanggal 27 Maret 1866 Gubernur Jenderal Hindia Belanda, memberikan gelar Setia Pahlawan dan sejumlah uang. Namun ternyata penghargaan tersebut tidak berhasil merubah sikap anti Belanda pada dirinya. Perlawanan rakyat masih terus berlangsung.
Kecintaannya pada Tanah Air tak lantas merubah pendirian dan berkhianat karena iming-iming gelar dan materi. Ia tetap berjuang melakukan perlawanan terhadap Belanda meskipun aksinya dilakukan secara terselubung.
Pada tahun 1866 Panembahan Sintang mengukuhkan gelar kepada Abdul Kadir menjadi Raden Tumenggung Setia Pahlawan dengan Melawi sebagai wilayah pemerintahan dan Nanga Pinoh sebagai ibukotanya. Pada tahun 1868 pihak Raden Tumenggung melibatkan diri dalam persiapan perang.
Pada tahun 1869, Raden Tumenggung Setia Pahlawan menyelenggarakan pertemuan di Kerueng dengan para pimpinan perlawanan Kawasan Melawi dan keputusan yang dihasilkan dari pertemuan itu antara lain :
a. Perlawanan berkelanjutan akan dilaksanakan dengan kegiatan pertempuran yang berkesinambungan pada setiap ada peluang di setiap waktu pada setiap tempat.
b. Merekrut rakyat untuk dilatih dan diikutsertakan dalam perlawanan.
c. Membangun sistim perlawanan yang dapat digerakan sesuai dengan situasi.
Pada tahun 1871 Laskar perlawanan menyerang konsentrasi pasukan Belanda di Selik (Wilayah Batu Butong) tempat persediaan persenjataan, amunisi dan perbekalan pasukan Belanda dihancurkan, serta sejumlah serdadu dibinasakan.
Pada tahun 1871 sampai 1873, untuk mencairkan suasana yang agak membeku dari kegiatan konfrontasi, agar perang tetap marak, maka Laskar Perlawanan melancarkan serangan melalui aksi-aksi terbatas di sekitar / di luar benteng-benteng Belanda, sambil melaksanakan sabotase, penghadangan atau serangan hit and run terus menerus di berbagai tempat dan kesempatan.
Hal itu membuat Belanda semakin meradang. Mereka pun mulai melancarkan operasi militer di daerah Melawi. Abdul Kadir terus melakukan perlawanan meskipun tak secara langsung. Namun, dialah sang aktor di balik layar yang bertugas mengatur strategi perlawanan. Ia pula yang berperan menghimpun kekuatan rakyat untuk menghadapi Belanda.
Posisinya yang terbilang strategis, yakni sebagai kepala pemerintahan Melawi membuatnya dapat dengan mudah mendapatkan informasi seputar rencana-rencana Belanda. Informasi tersebut kemudian disampaikan ke pemimpin serangan sehingga mereka dapat melakukan persiapan untuk mengantisipasi serangan yang akan dilancarkan pemerintah Belanda.
Strateginya pun tak sia-sia, Belanda kesulitan menumpas kelompok perlawanan. Kurang lebih selama 7 tahun terhitung sejak tahun 1868 sampai 1875, peran gandanya berjalan aman tanpa hambatan.
Selama tujuh tahun (1868-1875) Abdul Kadir berhasil menerapkan strategi peran ganda, namun akhirnya pemerintah Belanda mengetahuinya. Pada tahun 1875 ia ditangkap dan dipenjarakan di benteng Suka Dua milik Belanda di Nanga Pinoh. Tiga minggu kemudian ia meninggal dunia dalam usia 104 tahun,pada tanggal 12 Sya'ban tahun 1296 Hijriyah. Jenasahnya dimakamkan di Natali Mangguk Liang daerah Melawi.
Satu-satunya pahlawan yang meninggal dunia pada usia di atas 100 tahun ini dikenang atas seruan pengobar semangatnya pada rakyat Melawi, demikian bunyinya: "Selama masih berada di bawah telapak kaki penjajah, tidak akan pernah bahagia dan hidup makmur." Atas jasa-jasanya kepada negara, Abdul Kadir Raden Temenggung Setia Pahlawan diberi gelar Pahlawan Nasional berdasarkan SK Presiden Republik Indonesia No 114/TK/Tahun 1999 pada tanggal 13 Oktober 1999.
DAFTAR PUSTAKA
http://biografipahlawannasional.wordpress.com/2011/05/07/abdul-kadir-raden-tumenggung-setia-pahlawan/
Load disqus comments

0 komentar